SultanAgeng Tirtayasa (Banten, 1631-1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Rau Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangat menjadi Sultan Muda bergelar Pangeran Rau atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai
Jakarta - Sama seperti daerah lainnya, Banten juga memiliki pahlawan nasional. Pahlawan yang berasal dari Banten ini punya peran penting melawan penjajah yang pernah menduduki adalah daerah yang terletak di bagian barat Pulau Jawa. Daerah ini cukup banyak menyimpan cerita sejarah utamanya yang berhubungan dengan perjuangan rakyat dalam mengusir sayangnya dari sekian banyak pahlawan hanya tiga orang saja yang mendapatkan gelar pahlawan adalah 5 pahlawan yang berasal dari Banten yang wajib diketahui, dikutip dari situs web Dinas Sosial provinsi Banten1. Sultan Ageng TirtayasaPahlawan yang berasal dari Banten yang pertama adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau lahir di Banten tahun 1963. Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang merupakan raja dan ratu Banten tahun Sultan Ageng Tirtayasa untuk Banten adalah keberaniannya dalam melawan Belanda karena monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC. monopoli tersebut berdampak pada kerugian yang dialami oleh rakyat Ageng Tirtayasa juga berjasa dalam pendidikan, utamanya di pendidikan agama. Sosok Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai sosok yang amanah, visioner, dan ahli dalam perencanaan dan tata kelola juga memiliki wawasan yang luas dalam hubungan luar negeri. Sultan Ageng Tirtayasa meninggal di penjara Batavia karena ditangkap oleh pahlawan nasional Sultan Ageng Tirtayasa diberikan pada tanggal 1 Agustus Mr. Syafruddin PrawiranegaraMr Syafruddin Prawiranegara lahir pada tanggal 28 Februari di Serang, Banten. Beliau adalah pahlawan yang berasal dari Banten, dikenal jasanya di bidang yang berasal dari Banten ini pernah menjabat sebagai presiden atau Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia PDRI ketika Agresi Militer Belanda tanggal 19 Desember berjasa saat perundingan Roem Royen, saat itu PDRI berhasil membebaskan Sukarno dan kawan-kawannya kembali ke Yogjakarta. Mr Syafruddin Prawiranegarameninggal pada tanggal 15 Februari 1989 dan diangkat menjadi pahlawan nasional pada tahun Brigjen Syam'unIa adalah cucu dari Wasyid yang merupakan seorang patriot dari Banten. Brigjen Syam'un lahir di Kampung Beji, Bojonegara, Serang tanggal 5 April 1894. Beliau merupakan seorang komandan dari divisi batalyon 99 tentara rakyat atau dikenal dengan pembela tanah air PETA. Saat itu PETA menentang pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang di Syam'un dikenal sebagai ulama pejuang yang kharismatik. Beliau pernah menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir. Setelah menyelesaikan studinya Brigjen Syam'un mendirikan perguruan islam Al-Khairiyah Citangkil di Cilegon, Banten. Brigjen Syam'un meninggal pada tanggal 28 Februari 1949 di Kamasan, Cinangka, GamparanNyimas Gamparan terkenal dalam perang Cikande yang terjadi pada tahun 1829 - 1830. Perang tersebut terjadi karena Nyimas Gamparan dan puluhan pendekar wanita lainnya menentang tanam paksa yang diwajibkan oleh Belanda kepada penduduk yang berasal dari Banten ini dan para pejuang wanita lainnya melakukan perang gerilya untuk melawan Belanda. Mereka memiliki markas persembunyian yang sekarang dikenal dengan nama Nyimas MelatiNyimas Melati adalah pahlawan yang berasal dari Serang yang berjuang dalam perebutan kemerdekaan di wilayah Tangerang. Beliau merupakan anak dari Raden Kabal dan mengikuti perjuangan sang ayah dalam melawan Belanda. Untuk menghormati jasanya, namanya diabadikan dalam sebuah gedung yaitu Gedung Wanita Nyimas Melati di Jalan Daan Mogot. Namanya juga diabadikan di sebuah jalan dekat kantor KPUD Kota tadi adalah adalah 5 pahlawan yang berasal dari Banten yang perlu diketahui Detikers. Apakah Detikers sudah mengetahuinya? pal/pal
SultanAgeng Tirtayasa Wafat. Perang keluarga ini terjadi berlarut-larut sehingga Kesultanan Banten pun semakin melemah. Pada tahun 1683, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan di bawah ke Batavia untuk dipenjara. Pada tahun 1962, Sultan Ageng Tirtayasa pun meninggal dunia saat berusia 61 tahun.
- Kesultanan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683. Bersamaan dengan itu, sedang terjadi konflik internal kerajaan dalam Kesultanan Banten. Konflik internal kerajaan terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan sang putra, Sultan konflik itu adalah upaya Sultan Haji yang ingin merebut kekuasaan sang ayah dengan cara bersekongkol bersama VOC. Pada akhirnya, Sultan Haji berhasil mendapat keinginannya, yaitu naik takhta Kesultanan Banten menggantikan kedudukan sang ayah. Lantas, pelajaran apa yang dapat dipetik dari konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji? Baca juga Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji Keserakahan Hikmah dari konflik Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dapat diambil adalah bahwa kehancuran sebuah kerajaan di Indonesia dapat juga disebabkan karena keserakahan dan ambisi keluarga kerajaan itu sendiri. Keserakahan ini dapat dilihat dari bagaimana Sultan Haji ingin merebut kekuasaan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa sebagai pemimpin Kesultanan Banten. Demi menggapai keinginannya tersebut, Sultan Haji memilih untuk bersekutu dengan VOC atau Kongsi Dagang Hindia Belanda. Padahal, Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang keras kependudukan VOC di Nusantara. Pada 1652, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim pasukannya untuk menyerang VOC di Jakarta, yang berujung pertempuran antara Kesultanan Banten dengan Belanda. Guna melindungi kerajaan, Sultan Ageng Tirtayasa yang awalnya masih berpihak pada Kesultanan Banten melakukan sabotase dan merusak kebun tebu serta pabrik-pabrik penggilingan VOC pada 1656. Tidak hanya itu, pasukan Kesultanan Banten juga membakar kampung-kampung yang dijadikan sebagai tempat pertahanan Belanda. Berkat jerih payahnya, sejumlah kapal VOC dan beberapa pos penting pun berhasil dikuasai oleh Sultan Ageng upaya Sultan Ageng Tirtayasa untuk mengalahkan VOC kurang disetujui oleh sang putra, Sultan Haji. Belanda yang mengetahui hal ini pun mencoba menghasut Sultan Haji demi membantu mereka menghancurkan Kesultanan Banten. Pada saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa sedang pergi ke luar negeri mengurus kepentingan kerajaan, sehingga Sultan Haji dipercaya untuk mengurus Kesultanan Banten. Karena termakan hasutan Belanda, Sultan Haji menuding bahwa pembagian tugas yang diberikan sang ayah hanyalah sebuah upaya untuk menyingkirkannya dari takhta kesultanan. Akibatnya, Sultan Haji memutuskan bekerja sama dengan VOC dan menjadi musuh ayahnya sendiri. Baca juga Alasan Sultan Ageng Tirtayasa Melakukan Perlawanan terhadap VOC Melakukan taktik adu domba Dalam peristiwa ini, sebetulnya Belanda hanya memiliki kekuatan yang terbilang sedikit. Oleh sebab itu, Belanda memanfaatkan kesempatan dengan menggunakan strategi perundingan atau hasutan kepada para penguasa Nusantara yang mudah dipengaruhi, termasuk Sultan Haji. Taktik Belanda ini disebut sebagai devide et impera atau taktik adu domba yang tujuannya untuk memecah belah keluarga kerajaan. Setelah Sultan Haji melakukan perjanjian bersama VOC, pertempuran sengit antara ayah dan putra ini dimulai. Meskipun Sultan Ageng Tirtayasa harus melawan putranya sendiri, dia tidak melemah dan tetap melakukan perlawanan besar. Namun, pada akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC dan dipenjara di Batavia sampai meninggal dunia pada 1692. Dengan ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka Sultan Haji naik takhta sebagai pemimpin Kesultanan Banten. Sultan Haji berkuasa sejak 1683 hingga 1687. Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
SultanAgeng Tirtayasa (Banten, 1631 - 1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya.Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati.Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul
News Sultan Ageng Tirtayasa putra Sultan Abdul Maali Ahmad dan Rau Martakusuma. Sultan Ageng Tirtayasa menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Pebriansyah Ariefana Jum'at, 05 Maret 2021 0905 WIB Sultan Ageng Tirtayasa - Banten tidak terlepas dari sosok Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa adalah sultan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa putra Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Rau Martakusuma. Sultan Ageng Tirtayasa menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Seperti dilansir situs Pemprov Banten, ketika kecil Sultan Ageng Tirtayasa bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangat menjadi Sultan Muda bergelar Pangeran Rau atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Baca JugaBupati Serang Ratu Tatu Chasanah Positif COVID-19 Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa terletak di Kabupaten Serang. Ia dimakamkan di Mesjid Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1683, ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Sultan menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan islam bidang ekonomi, ia berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Dibidang Keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat Sultan. Baca JugaJokowi Singgung Sosok Syekh Nawawi Al Bantani di Untirta Banten, Siapa Dia? Ketikaterjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan sekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Berita Terkait Melalui artikel ini, menyuguhkan rekomendasi libur sekolah di Tangerang, Banten bertema "Liburan di Luar Angkasa" untuk anak berusia 5-12 tahun. banten 0652 WIB Bagimana tidak, bau busuk yang awalnya diduga berasal dari bangkai hewan, ternyata merupakan bau busuk mayat tanpa identitas. banten 2243 WIB Sebelum menjadi driver ojek online ojol ternyata Teteh Yani, ojol cantik asal Bandung denpasar 0852 WIB Wenny pun menyambut baik putusan MA tersebut. Sebagai tidak lanjut putusan itu, Ferry Aswan, kuasa hukum Wenny, mengatakan pihaknya menuntut nafkah kepada Rezky Aditya sebesar Rp 7,5 miliar. serang 2147 WIB Ferry menuturkan langkah hukum yang pihaknya tempuh bisa dibatalkan jika Rezky ada iktikad baik untuk berdamai dan mengakui bahwa Kekey merupakan anak biologisnya. serang 2121 WIB News Terkini 13 SMA terbaik di Kota Tangerang Selatan, Banten ini masuk dalam top sekolah tahun 2022 berdasarkan nilai Ujian Tulis Berbasis Komputer UTBK. News 2038 WIB Dari 7 SMA terbaik di Kabupaten Tangerang, Banten yang masuk top 1000 sekolah ternyata hanya ada satu sekolah negeri yang masuk daftar tersebut. News 0715 WIB Kegiatan ini diyakini dapat memberi kesempatan bagi para pegolf junior untuk bersinar. News 1930 WIB Ganjar yang didampingi oleh Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah diterima Abuya Muhtadi di kediamannya. News 1725 WIB Ade Sumardi menyebut kehadiran Ganjar Pranowo dilakukan untuk konsolidasi partai hingga bertemu jawara, milenial, ulama hingga tokoh-tokoh Banten. News 0727 WIB Dalam kunjungan tersebut Ganjar Pranowo sempat menyinggung soal suara PDIP di Banten keok dan meminta para kader bangkit pada Pemilu 2024 mendatang. News 0715 WIB Dalam video tersebut, terdapat dua anak di bawah umur, namun Kepala Desa Ranca Buaya, Supandi, membantah terjad adegan tindak susila. News 2314 WIB Video syur mirip Rebecca Klopper itu awalnya tersebar melalui Twitter. Karena video syur 47 detik itu hastag Becca bahkan sempat menjadi trending Twitter. News 1555 WIB Kades Katulisan korupsi dana desa sebesar Rp499 juta dan uangnya bahkan kabarnya digunakan untuk membeli baju hingga skincare. News 1438 WIB Kades Katulisan ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penyelewengan dana desa tahun 2020-2021 senilai Rp2,3 miliar. News 1418 WIB VHM dijemput paksa Tim Penyidik Kejati Banten pada Senin 22/5/2023 malam dari sebuah rumah di daerah Tangerang Selatan Tangsel, Banten. News 1629 WIB Hal ini juga menjadi komitmen kami dalam mendukung pencapaian target NZE. News 1600 WIB Perseroan pun optimis pada tahun ini dapat mencatatkan kinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. News 2127 WIB Per kuartal I-2023, BRI mencatatkan dana kelolaan AUM tumbuh sebesar 19,96%. News 1430 WIB Inara pun turut membeberkan permasalahan keluarganya, salah satunya perihal restu yang tak ia kantongi dari keluarga saat ingin menikah dengan Virgoun. News 2202 WIB Tampilkan lebih banyak
Yukmari kita mengenal lebih dekat Sultan Ageng Tirtayasa, beliau adalah pahlawan yang berasal dari provinsi Banten. Lahir pada tahun 1631. Beliau putra dari Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640 - 1650. Perjuangan beliau salah satunya adalah menentang Belanda karena VOC menerapkan perjanjian
Halo anak Nusantara! Apakah kalian tahu bahwa sebelumnya tentang Kesultanan Banten? Kesultanan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten. Kesultanan Banten sendiri mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng samping itu, sosok beliau juga terkenal dengan perjuangan melawan penjajah Belanda, bahkan diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak penjelasan Munus berikut Usul Asal Usul Peran Sultan Ageng Tirtayasa Bagi Kejayaan Kesultanan BantenPerjuangan & Politik Adu Domba VOC1. Penyerahan Urusan dalam Negeri Kepada Sultan Haji2. Pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji3. Penangkapan Sultan Ageng TirtayasaAkhir Hayat Sultan Ageng Tirtayasa berasal dari Banten, lahir pada tahun 1631 dengan nama kecil Abdul Fatah. Ia adalah putra dari Sultan Abdul Ma’ali Ahmad, sultan Banten ke-5, dan Ratu Martakusuma. Sejak kecil, beliau memiliki gelar Pangeran Surya, tapi setelah kematian Sultan Abdul Ma’ali Ahmad, ayahnya, pada tahun 1650, Ia diangkat menjadi sultan muda dengan gelar Pangeran lama, kakeknya yang bernama Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal sebagai Sultan Agung meninggal pada tahun 1651, dan Ia diangkat menjadi Sultan Banten ke-6 pada umur 20 tahun dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Nama Tirtayasa diambil setelah Ia membangun keraton baru di dusun Tirtayasa, Kabupaten TerkaitPeran Sultan Ageng Tirtayasa Bagi Kejayaan Kesultanan BantenKesultanan Banten sumber MerdekaPeran Sultan Ageng Tirtayasa bagi kesultanan Banten dapat dibilang sangat besar karena kesultanan Banten mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahannya. Pada masa pemerintahannya, beliau berusaha untuk memajukan sektor ekonomi masyarakat kesejahteraan dimulai dengan membuat serta meningkatkan persawahan baru dan saluran irigasi yang sekaligus menjadi sarana transportasi. Untuk sektor perdagangan, Ia menjalin hubungan erat dengan pedagang Asia dan Eropa untuk menyaingi VOC di Batavia. Dalam bidang agama, Sultan ke-8 kesultanan Banten ini mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan. Syekh Yusuf bertugas untuk menyelesaikan urusan keagamaan dan sebagai penasehat sultan dalam pemerintahan. Beliau juga menjalankan pendidikan agama, baik di lingkungan kesultanan maupun di masyarakat umum melalui pondok garis besar, Peran Sultan Ageng Tirtayasa yaitu membuat saluran irigasi, menjalin hubungan dagang dengan pedagang Asing, dan menjalankan pendidikan Islam di kesultanan Banten. Perjuangan & Politik Adu Domba VOCSelain perannya yang besar di kesultanan Banten, perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa tidak kalah besarnya, terutama perjuangan untuk melawan para penjajah. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dimulai ketika perjanjian monopoli VOC membuat kerugian terhadap kesultanan Banten. Pasukan Belanda sumber Liputan6Perlawanan berlangsung sengit. Pihak Belanda melakukan blokade terhadap beberapa pelabuhan di Banten karena serangan gerilya yang kerap dilancarkan oleh kesultanan Banten. Hal ini tidak membuatnya gentar. Beliau sempat didesak untuk menandatangani perjanjian damai oleh VOC. Tapi, Ia berani untuk menolak mempersetujui perjanjian tersebut. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa mulai menyasar pabrik pabrik serta perkebunan milik VOC pada tahun 1656. Para pasukan kesultanan Banten melakukan perlawanan dengan cara sabotase, serta membakar kampung kampung yang menjadi markas pertahanan Belanda. Hal ini membuat Banten memperoleh kapal kapal milik VOC serta pos-pos penting. 1. Penyerahan Urusan dalam Negeri Kepada Sultan HajiSemangat perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa tidak disetujui oleh Sultan Haji, anaknya. Hal ini dikarenakan ketika ada sengketa antara Sultan Haji dengan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan menjadi sekutu Sultan Haji. Belanda melakukan strategi ini karena mereka merasa Sultan Haji mudah konflik ini adalah Sultan Haji merasa pembagian tugas yang dilakukan ayahnya adalah upaya untuk menyingkirkannya dari takhta kesultanan sehingga Pangeran Purbaya yang akan mendapatkan tahta karena itu, Sultan Haji bersekongkol dengan Belanda supaya tahta kesultanan tidak diambil oleh Pangeran Purbaya. Belanda tentu senang akan hal ini karena dengan begini semangat perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipadamkan dan Belanda dapat memonopoli perdagangan di Banten kembali. Sultan Haji melakukan beberapa kesepakatan dengan Belanda, karena tentu pihak Belanda ikut campur dengan imbalan. Pihak Belanda mengajukan empat syarat sebagai berikut Tanah Cirebon harus diserahkan pada kekuasaan VOCHanya VOC yang diizinkan untuk melakukan perdagangan lada di Banten sedangkan pedagang dari negara lain tidak diperbolehkan berjualanJIka melanggar perjanjian tersebut pihak Banten harus membayar ringgitPasukan Banten yang berada di pedalaman daerah Priangan dan daerah garis pantai harus ditarik mundurSultan Haji menyanggupi perjanjian tersebut meskipun terkesan sangat merugikan bagi pihak kesultanan Pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan HajiSultan Haji dengan bantuan Belanda dapat menguasai Keraton Surosowan tahun 1681. Keadaan ini tidak berlangsung lama karena Surosowan dapat dikuasai kembali oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Pertarungan antara ayah dan anak ini berlangsung sengit. Banyak korban berjatuhan dalam perseteruan ayah dan anak ini 3. Penangkapan Sultan Ageng TirtayasaSultan Ageng Tirtayasa selalu dibujuk untuk menghentikan perlawanan, sampai pada titik dimana sang Sultan kewalahan dan tidak berdaya. Oleh karena keadaan ini, Ia memilih untuk mengasingkan diri ke pedalaman. Sultan Haji mengundang sang ayah untuk datang ke kesultanan, tapi sebenarnya, cara ini adalah salah satu cara untuk menangkapnya. Tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipaksa menyerahkan tahta kepada Sultan Hayat Patung Sultan Ageng Tirtayasa sumber detik NewsSesudah beliau tertangkap, Ia dibawa ke penjara di Batavia sampai akhir hayatnya. Sultan Ageng Tirtayasa dimakamkan di kompleks pemakaman raja raja Banten yang terletak di sebelah utara Masjid Agung Banten. Pada tanggal 1 Agustus 1970, atas surat keputusan Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, Ia diangkat menjadi seorang pahlawan nasional Indonesia oleh karena perjuangan nya di tanah juga Raden Wijaya Majapahit Fakta Sejarah, Asal Usul, KisahnyaSultan Ageng Tirtayasa adalah sultan yang berani memberikan perlawanan sengit pada VOC. Ia membuktikan betapa kuatnya tekad dan semangat untuk melawan kezaliman. Kita dapat berkaca dari keberanian dan semangat membara dari beliau sebagai seorang pemimpin.
BiografiDan Profil Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa dilahirkan di Banten pada tahun 1631 . sejak kecil beliau memiliki banyak nama panggilan , akan tetapi nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa adalah Abdul Fatah atau Abu al - Fath Abdulfattah. Ayahnya bernama Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang merupakan seorang Sultan Banten dan
Pahlawan yang hidup pada masa awal kedatangan Belanda, memang tidak mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. Namun, jasa mereka yang mempertaruhkan segalanya demi mengusir penjajah sungguh tak bisa dianggap sepele. Nah, dari sekian banyak pahlawan nasional di era awal kedatangan Belanda, berikut kami sajikan biografi Sultan Ageng Tirtayasa yang rela berperang dengan anaknya yang bekerja sama dengan masa awal kedatangan Belanda, daerah-daerah di Indonesia masih berbentuk kerajaan. Di antara raja-raja yang berkuasa, ada yang pro Belanda dan ada juga yang kontra. Nah, dari beberapa raja yang kontra terhadap Belanda, salah satu yang benar-benar gigih melakukan perlawanan adalah raja ke-6 Kesultanan Banten yang kisahnya tersaji dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa jika dibandingkan dengan Belanda yang memiliki persenjataan lebih canggih, mungkin alat perang Kesultanan Banten saat itu tergolong seadanya. Namun, hal tersebut tak meruntuhkan semangat sang sultan untuk terus melawan tak hanya tentang kegigihannya dalam melawan kolonialisme, di biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini kamu bisa mendapatkan informasi tentang permusuhan antara Sultan Ageng dan putra sulungnya, Sultan Haji. Ya, permusuhan itu terjadi karena Sultan Haji malah mendukung Belanda dan mengkhianati sang bisa begitu, ya? Kalau kamu penasaran dengan kisah lengkap Sultan Ageng Tirtayasa yang berseteru dengan putranya sendiri gara-gara Belanda, simak terus uraian tentang perjalanan hidup sang sultan dalam biografi ini. Selamat membaca! Kehidupan Pribadi Sumber Wikimedia Commons Untuk lebih mengerti seseorang, memahami bagaimana kehidupan pribadinya adalah hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, kami juga menyajikan tentang latar belakang keluarga sang sultan dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini. Sultan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 dengan nama Pangeran Surya. Ia adalah putra pasangan Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad Kanari dan Ratu Martakusuma. Kakek dari ibunya adalah Pangeran Jayakarta, dan kakek dari ayahnya adalah Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Khadir atau Sultan Agung yang merupakan sultan ke-5 Banten. Dari ayah dan ibu yang sama, Pangeran Surya memiliki empat saudara, yaitu Ratu Kulon, Pangeran Kilen, Pangeran Lor, dan Pangeran Arya. Sedangkan dari ayah yang sama dan ibu yang berbeda, ia juga memiliki empat saudara, yaitu Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Intan, dan Ratu Timpuruk. Pangeran Surya diangkat menjadi sultan muda pada 1650. Sebab ayahnya, Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad Kanari, yang menjabat sebagai sultan muda selama periode 1640–1650, telah terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta. Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan muda yang bergelar Pangeran Adipati, ia dinobatkan sebagai sultan ke-6 Banten dan diberi gelar Sultan Abu al-Fath Abdulfattah. Sebab, sang kakek yang sebelumnya menjabat sebagai sultan ke-5 telah meninggal pada 10 Maret 1651. Selama hidupnya, Sultan Abu al-Fath Abdulfattah pernah menikah sebanyak tiga kali. Namun, istri kedua dan ketiganya dinikahi setelah istri pertama meninggal dunia. Nama istri pertama Sultan Abu al-Fath Abdulfattah tak diketahui karena tak terukir dalam sejarah, sedangkan istri kedua dan ketiganya bernama Nyi Ayu Ratu Gede dan Ratu Nengah. Baca juga Biografi Frans Kaisiepo, Pahlawan di Lembaran Uang yang Memperjuangkan Penyatuan Papua dengan Indonesia Kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa & Perjuangannya Melawan Belanda Sumber Selama menjabat sebagai pemimpin Kesultanan Banten, Sultan Abu al-Fath Abdulfattah yang juga dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa, berusaha membuat kebijakan yang bermanfaat untuk kemajuan Banten. Kebijakan-kebijakan yang diterapkannya tentu ada yang untuk dalam negeri dan ada juga yang ditujukan ke luar negeri. Penasaran seperti apa upaya sang sultan yang berhasil membuat Banten berada di puncak kejayaannya? Simak terus biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini! 1. Kebijakan Dalam Negeri Untuk meningkatkan hasil pertanian Banten yang bisa berujung dengan kemakmuran masyarakat, Sultan Ageng membuka lahan-lahan persawahan baru. Agar penduduk tak kesulitan untuk mengairi sawahnya, Sultan juga membangun sistem irigasi agar masyarakat tak perlu menunggu hujan untuk bercocok tanam. Di bidang pendidikan, Sultan membangun pesantren-pesantren untuk memudahkan masyarakatnya yang ingin menimba ilmu keislaman. Di bidang keagamaan pun demikian, Sultan membangun banyak masjid agar masyarakatnya bisa melaksanakan ibadah di tempat yang layak. Sedangkan untuk pemerintahannya, Sultan ingin agar nuansa keislaman tetap terpancar di Kesultanan Banten. Oleh sebab itu, ia sampai mengangkat Syekh Yusuf, ulama yang didatangkan dari Makassar, untuk menjadi mufti ulama yang memiliki wewenang untuk menginterpretasikan teks dan memberikan fatwa kepada umat dan menjadi penasihatnya dalam menentukan segala keputusan. Baca juga Mengenang Sosok Penyair yang Dijuluki Si Binatang Jalang Lewat Biografi Chairil Anwar Ini 2. Kebijakan Luar Negeri Untuk kebijakan luar negerinya, Sultan Ageng berani mengambil langkah tegas dengan tak melanjutkan perjanjian dagang dengan Belanda. Padahal, perjanjian tersebut sudah ada sejak tahun 1645, yaitu dimulai masa pemerintahan Sultan Abdulmufakar Mahmud Abdulkadir, kakek Sultan Ageng. Bukan hanya tak mau melanjutkan perjanjian dagang, Sultan Ageng juga dengan berani berusaha menghalang-halangi Belanda untuk berdagang di Banten. Gara-gara kebijakan-kebijakan yang diterapkan Sultan Abu al-Fath Abdulfattah ini, Belanda marah sehingga pelabuhan Banten di blokade, dan pedagang-pedagang yang tadinya mendarat di Banten dipaksa untuk mendarat di Batavia. Tak terima, Sultan Ageng mulai menyerang Belanda dengan cara membakar kebun-kebun tebu dan alat penggilingan milik Belanda. Tak hanya itu, Sultan juga memerintahkan pasukannya untuk membakar kampung yang menjadi pos pertahanan Belanda. Mendapat perlawanan yang demikian, Belanda tak tinggal diam. Mereka berusaha memperkuat pertahanan di daerah Angke yang pernah di serang Sultan Ageng, dan juga perbatasan Tangerang-Jakarta. Ya, perang antara Banten dan Belanda yang terjadi sepanjang tahun 1656 itu walaupun tidak terbilang besar, tapi tetap menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak. Sultan Ageng sadar bahwa perlawanannya terhadap Belanda kurang membawa hasil yang gemilang dan terlalu berisiko jika dilakukan sendiri. Oleh karenanya, ia juga berupaya menjalin persahabatan dengan kerajaan lain yang sama-sama menentang Belanda. Sedangkan untuk hubungan kerja sama antarkerajaan yang telah terjalin, sang sultan berusaha untuk memperkokohnya. Nah, dari sekian banyak kerajaan yang diajak bekerja sama, beberapa di antaranya, yaitu Demak, Cirebon, dan Gowa. Perjanjian Damai dengan Belanda Setelah sebelumnya gencar berperang, akhirnya pada akhir tahun 1657, Kesultanan Banten dan Belanda sepakat untuk melakukan perjanjian damai. Belanda mengusulkan agar orang-orang Belanda dari Batavia, termasuk yang sudah disunat memeluk Islam, yang ditahan di Banten dikembalikan. Sedangkan Banten mengajukan syarat agar diizinkan berdagang ke Ambon, Perak, dan Ujung Pandang. Namun, pada 29 April 1658, Belanda mengajukan syarat damai tambahan yang isinya menyatakan bahwa Banten harus membayar kerugian perang berupa 500 ekor kerbau dan ekor lembu, kapal Belanda yang berlabuh di Banten tidak diperiksa, dan Belanda tidak membayar bea cukai untuk kapalnya yang lewat perairan dan berlabuh di Banten. Karena Belanda mengajukan syarat tambahan, pada 4 Mei 1658, Sultan Ageng juga mengajukan syarat tambahan yang menyatakan bahwa pasukan Kesultanan Banten harus diizinkan datang ke Batavia tiap setahun sekali untuk membeli meriam, peluru, mesiu, dan cengkih. Namun, Belanda tak bersedia mengabulkan syarat dari Kesultanan Banten sehingga kesepakatan damai pun berakhir. Oleh sebab itu, pada 11 Mei 1658, Sultan mengumumkan peperangan terhadap Belanda dengan cara menyerang dan menghancurkan kapal Belanda hingga merebut daerah Angke yang saat itu dikuasai Belanda. Untuk membuat para prajuritnya bersemangat melawan Belanda, ia sampai menjanjikan hadiah berlimpah berupa kedudukan dan uang untuk siapa saja yang berhasil membunuh opsir Belanda. Serangan yang terus dilancarkan pihak Kesultanan Belanda membuat Belanda lelah. Ujung-ujungnya, mereka kembali menawarkan perjanjian damai lewat perantara Sultan Jambi. Perjanjian damai yang berisi enam syarat tersebut disetujui Sultan Ageng pada 10 Juli 1659. Meski sebenarnya, sang sultan merasa kurang puas karena tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa Banten bebas berdagang dengan Ambon. Kesepakatan damai bersama Belanda sudah ditandatangani, tapi Sultan Ageng paham bahwa Belanda sangat licik sehingga kemungkinan mereka menyerang tiba-tiba tetap ada. Oleh sebab itu, Sultan Ageng yang selama ini tinggal di Surosowan, membangun istana lagi di daerah Tirtayasa sekarang masuk wilayah Kabupaten Serang yang dimaksudkan sebagai benteng pertahanan. Baca juga Biografi Albert Einstein, Ilmuwan Fisika yang Suka Musik Politik Adu Domba yang Berujung Perseteruan dengan Sultan Haji Sumber Meski memiliki persenjataan yang canggih, Belanda paham bahwa kekuatan pasukan Kesultanan Banten tak bisa diremehkan. Oleh sebab itu, mereka melancarkan politik adu domba untuk mengobrak-abrik keluarga sultan dari dalam. Jadi, Kesultanan Banten akan kacau dengan sendirinya tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. Ya, mereka menemukan celah lewat Sultan Haji, dan dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini, kami sajikan kisah lengkapnya. Sebagai seorang sultan, sesuai tradisi, Sultan Ageng mengangkat putra sulungnya, Pangeran Gusti, menjadi sultan muda dengan gelar Pangeran Anom. Kemudian, Sultan Ageng meminta Pangeran Anom pergi ke Makkah untuk lebih memperdalam ajaran Islam. Sedangkan tugas-tugas sultan muda, untuk sementara digantikan oleh Pangeran Purbaya, adik Pangeran Anom. Melihat kesuksesan sang adik dalam melaksanakan tugas sultan muda, membuat Pangeran Anom yang saat itu baru pulang dari Makkah merasa takut jika tahta akan diserahkan pada Pangeran Purbaya. Untuk mencegah hal tersebut, Pangeran Anom memaksa Sultan Ageng untuk menyerahkan tahta padanya. Tidak ingin menimbulkan keributan, pada 1671, Sultan Ageng menyerahkan urusan sehari-hari Kesultanan Banten kepada Pangeran Anom. Setelah diangkat menjadi sultan, Pangeran Anom diberi gelar Sultan Abu Nashar Abdul Qahar yang juga dikenal dengan nama Sultan Haji. Sejak saat itu, Sultan Ageng lebih memilih untuk tinggal di Istana Tirtayasa, sedangkan Istana Surosowan ditempati oleh Sultan Haji. Tindakan Sultan Haji yang tidak sopan terhadap ayahnya sendiri sebenarnya bukan tanpa alasan. Di balik itu, ada Belanda yang melihat bahwa Sultan Haji adalah orang yang lemah hati dan mudah dipengaruhi. Jadi, mereka semakin mengobarkan rasa iri yang ada di benak Sultan Haji terhadap Pangeran Purbaya. Baca juga Biografi Steve Jobs, Pendiri Apple yang Membangun Kerajaan Bisnisnya dari Nol Peperangan Antara Ayah dan Anak Seiring berjalannya waktu, Sultan Ageng menyadari bahwa putranya telah dipengaruhi oleh Belanda. Pada puncaknya, Sultan Ageng benar-benar kesal karena Sultan Haji mengirimkan ucapan selamat atas pengangkatan Rijklof van Goens menjadi Gubernur Jenderal menggantikan Jovan Maetsuyker yang meninggal dunia pada 4 Januari 1678. Tak ingin bahwa penerusnya malah bekerja sama dengan musuh, Sultan Ageng memerintahkan pasukannya untuk menyerang Istana Surosowan yang ditempati Sultan Haji pada 26 Februari 1682. Akibat serangan yang mendadak itu, Sultan Haji terdesak dan melarikan diri untuk meminta bantuan Belanda. Karena prajurit Belanda yang ada di Banten kewalahan menangani pasukan Sultan Ageng, didatangkanlah dua kapal pasukan dari Jakarta yang dipimpin oleh Saint Martin. Setelah itu, datang lagi pasukan dalam jumlah yang lebih besar di bawah pimpinan Kapten Tack. Ingin memperkuat pasukan, Belanda mengirimkan lagi prajurit tambahan yang dipimpin Hartsinck. Menghadapi pasukan gabungan yang sedemikian banyak, pasukan Sultan Ageng terdesak mundur hingga terpaksa membumihanguskan Istana Tirtayasa dan melarikan diri ke Hutan Keranggan. Dari Keranggan, Sultan Ageng melanjutkan pelariannya ke Lebak, lalu ke Parijan, hingga akhirnya tiba di Sajira perbatasan Bogor. Selama bersembunyi, Sultan Ageng diikuti oleh orang-orang yang setia padanya, seperti Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Baca juga Biografi Dewi Sartika, Sang Pejuang Hak-Hak Kaum Perempuan dari Priangan Wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa Sumber Instagram – azispitak126 Meski sudah berada jauh dari Istana Surosowan, rupanya keberadaan Sultan Ageng beserta pengawalnya diketahui Sultan Haji. Sultan Haji lalu diperintahkan Belanda untuk membujuk rayu sang ayah agar bersedia kembali ke Istana Surosowan. Tanpa curiga, Sultan Ageng Tirtayasa yang sudah sepuh kembali ke Istana Surosowan sesuai permintaan putranya dan tiba di istana pada tanggal 14 Maret 1683 tengah malam. Tak lama setelah itu, Belanda datang dan menangkap Sultan Ageng Tirtayasa untuk dipenjarakan di Jakarta. Sang sultan kemudian wafat di dalam penjara pada tahun 1683. Berdasarkan permintaan para petinggi Kesultanan Banten, jenazah Sultan Ageng dipulangkan ke kampung halamannya untuk kemudian di makamkan di sebelah utara Masjid Agung. Atas kegigihannya dalam memerangi Belanda, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 045/TK/Tahun 1970, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Baca juga Mengenal Sosok Kartini dari Minahasa Melalui Biografi Maria Walanda Maramis Manfaat Membaca Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Itu tadi adalah profil dan biografi lengkap Sultan Ageng Tirtayasa. Mulai dari latar belakang, sepak terjangnya semasa hidup, hingga perseteruannya dengan sang putra, semua telah kami ulas. Apakah kamu sudah merasa puas dengan sajian di atas? Ada banyak manfaat yang bisa kamu dapatkan dengan membaca biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini. Yang pertama dan utama, tentu saja kamu jadi bisa lebih menghargai perjuangan para pahlawan demi kemerdekaan bangsa. Selain itu, dengan menyimak perjalanan hidup Sultan Ageng Tirtayasa dalam biografi ini, kamu akan sadar bahwa terkadang orang lain hanya baik padamu jika ada maunya. Sementara kasih orang tuamu, tak akan hilang meski kamu telah berbuat buruk pada mereka. Jadi, apabila saat ini kamu masih memiliki orang tua, berbuat baiklah pada mereka selagi masih ada waktu. Sedangkan jika saat ini orang tuamu sudah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa, kasihilah mereka dengan cara mengirimkan doa secara rutin. PenulisMentari AprelliaMentari Aprellia, adalah alumni Universitas Terbuka jurusan Ilmu Komunikasi dengan beasiswa penuh. Meski mampu membuat tulisan feature maupun hard news, penulis kurang suka membuat karya fiksi karena selalu bingung mengakhiri cerita. Penulis yang merupakan penggemar film horor, tapi penakut ini pernah magang sebagai wartawan lapangan di Koran Solopos, pernah bekerja sebagai guru TK, guru les privat, dan tukang desain gambar. EditorElsa DewintaElsa Dewinta adalah seorang editor di Praktis Media. Wanita yang memiliki passion di dunia content writing ini merupakan lulusan Universitas Sebelas Maret jurusan Public Relations. Baginya, menulis bukanlah bakat, seseorang bisa menjadi penulis hebat karena terbiasa dan mau belajar.
Bacajuga: Wajib Diketahui, Ini 5 Pahlawan yang Berasal dari Banten. VOC ikut campur saat terjadi persengketaan antara putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Haji dan Pangeran Purbaya. Penjajah bersekutu dengan Sultan Haji demi menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Sang pemimpin perjuangan dari daerah Banten tersebut berpulang pada 1683 dan
Ilustrasi Sejarah Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Foto dok. Danika Perkinson UnsplashSejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu bagian sejarah pahlawan Indonesia yang penting untuk dipelajari masyarakat Indonesia, baik anak-anak maupun orang tua. Untuk mengetahui bagaimana perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan penjajah, simak pembahasan sejarah perjuangannya dalam artikel berikut Sejarah Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dan Biografi SingkatnyaIlustrasi Sejarah Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Foto dok. Gülfer ERGİN UnsplashNama Sultan Ageng Tirtayasa tentu bukan lagi menjadi nama yang asing di telinga masyarakat Indonesia. Sosok Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berjasa dalam mempertahankan keutuhan Indonesia di masa penjajahan. Beliau lahir di Banten pada tahun Komandoko, dalam buku berjudul Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara 2006 338 menyebut, Sultan Ageng Tirtayasa yang juga dikenal dengan nama kecilnya Abdul Fatah merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang berjasa dalam kemerdekaan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 di Banten dan wafat di Batavia pada tahun 1692. Saat menjabat sebagai Sultan Banten di usia 20 tahun, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan masyarakat Banten untuk menolak menjalin kerjasama dengan VOC yang merupakan pihak Ageng Tirtayasa juga berhasil membongkar blokade laut Belanda. Tak hanya itu, ia juga berhasil melakukan kerjasama dengan bangsa Eropa lainnya seperti Denmark dan Inggris. Lebih lanjut, perjalanan sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dijelaskan dalam buku berjudul Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler yang ditulis oleh Amir Hendarsah 2009 17.Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa bentuk perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam mempertahankan Indonesia dibuktikan dengan kesemangatannya melawan Belanda. Dengan dukungan rakyat Banten, dua kapal milik Belanda hanya itu, kebun tebu dan kebun teh milik Belanda juga dihancurkan oleh masyarakat Banten sehingga kerugian yang dialami Belanda cukup besar. Pergerakan ini membuat Belanda terpaksa menutup kantor dagangnya yang ada di Belanda. Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap dan dipenjarakan di Sultan Ageng Tirtayasa meninggal dunia dalam penjara dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-Raja Banten yang berlokasi di sebelah utara Masjid Agung Banten, Banten Lama. Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, tanggal 1 Agustus mengenai sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa ini dapat Anda pelajari dan teladani sehingga dapat menghidupkan nasionalisme dalam diri. DAP
Padatahun 1671, Putera Mahkota bernama Abdul Kahar diangkat sebagai Sultan pembantu. Sesudah pulang dari Mekkah, Sultan Abdul Kahar terkenal sebagai Sultan Haji. Berlainan dengan Sultan Ageng, Sultan Haji ini tidak bermusuhan terhadap VOC. Ia menganjurkan agar Banten bersahabat dengan Belanda di Batavia. Sultan Ageng tidak senang akan sikap
- Sultan Ageng Tirtayasa merupakan pahlawan nasional Indonesia yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Banten periode 1651-1682. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan dan kerap melawan kekuasaan VOC yang ingin melakukan monopoli di bidang perdagangan. Namun, perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa harus terhenti karena pengkhianatan putranya sendiri yang bernama Sultan ini sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Baca juga Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Gelar Sultan Ageng Tirtayasa saat naik takhta pada 1651 adalah Sultan Abdulfath. Di bawah pimpinannya, Kerajaan Banten mencapai puncaknya dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, keagamaan, dan kebudayaan. Dalam bidang politik, Kerajaan Banten terus-menerus melawan kolonialisme VOC, baik di darat ataupun melalui laut. Sejak sebelum Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda selalu berusaha menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten yang dikhawatirkan merugikan perdagangan VOC di Batavia Jakarta. Berbeda dari penguasa Banten sebelum-sebelumnya, Sultan Ageng Tirtayasa sangat membenci VOC dan tidak mau tinggal diam menyaksikan kelicikan bangsa penjajah. Baca juga Alasan Sultan Ageng Tirtayasa Melakukan Perlawanan terhadap VOC Salah satu bentuk perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa adalah melakukan penyerangan dengan sistem gerilya terhadap Batavia lewat darat, dan serangan-serangan kecil melalui laut. Pada 1656, dua kapal VOC berhasil rampas oleh pihak Banten dan dilakukan pula perusakan terhadap perkebunan-perkebunan tebu Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa juga menolak menerima utusan Belanda. Kondisi itu membuat Belanda gerah dan memblokade pelabuhan Banten untuk merugikan perdagangan kerajaan. Salah satu pertempuran melawan VOC yang terkenal pada masa Sultan Ageng Tirtayasa adalah peperangan di daerah Angke-Tangerang 1658-1659. Peperangan itu diakhiri dengan perjanjian 12 pasal yang disepakati pada 10 Juli 1659. Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa Banten tidak lagi bisa mengadakan perdagangan dengan Maluku. Akan tetapi, Belanda bersedia membayar kerugian-kerugian yang diderita juga Sultan Ageng Tirtayasa Asal-usul, Peran, dan Perjuangan Setelah perjanjian ini, sultan memperkuat pertahanannya dengan membangun keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari Pontang ke Tirtayasa, dan membuka persawahan di sepanjang jalan tersebut serta mengembangkan permukiman di Tangerang. Selain itu, salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa di bidang perdagangan internasional adalah memperkuat hubungan dengan pedagang asing. Misalnya para pedagang dari Iran, India, Arab, Inggris, Perancis, Denmark, Jepang, Filipina, China, dan sebagainya. Kemajuan perdagangan Kerajaan Banten pun dicatat dalam harian Belanda Daghregisters, yang menganggap situasi itu sebagai ancaman bagi kedudukan VOC di Batavia. Ketegangan antara Kerajaan Banten dan VOC terus berlangsung selama beberapa tahun berikutnya. Banten berhasil mendesak kedudukan Belanda di Cirebon, Citarum, bahkan Batavia. Saat itu, keadaan perdagangan VOC dapat dibilang menderita, karena Belanda juga sibuk menghadapi perlawanan Trunojoyo di Jawa bagian timur. Baca juga Akibat Campur Tangan Belanda dalam Kerajaan Banten Keadaan mulai berubah pada 1680, ketika pemberontakan Trunojoyo berakhir, sehingga Belanda bisa memusatkan kembali perhatiannya ke Jawa bagian barat, tepatnya ke Banten. Pada 10 November 1681, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim utusan diplomatik ke Inggris di bawah pimpinan Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana. Selain itu, demi kepentingan politik kerajaan, Sultan juga menjalin hubungan persahabatan dengan para penguasa daerah, seperti Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate, dan Aceh. Strategi-strategi Sultan Ageng Tirtayasa yang dianggap sebagai perlawanan keras itu memicu VOC melakukan politik adu domba. VOC mendekati Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa, yang saat itu hubungannya tengah merenggang. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerja sama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya politik kerajaan kepada Sultan Haji. Berakhirnya perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten. Referensi Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia III Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
SultanBaabullah dijuluki "penguasa 72 pulau" yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci namanama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu.
- Sultan Ageng Tirtayasa merupakan pahlawan nasional Indonesia yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Banten periode 1651-1682. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan dan kerap melawan kekuasaan VOC yang ingin melakukan monopoli di bidang perdagangan. Namun, perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa harus terhenti karena pengkhianatan putranya sendiri yang bernama Sultan ini sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Baca juga Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Gelar Sultan Ageng Tirtayasa saat naik takhta pada 1651 adalah Sultan Abdulfath. Di bawah pimpinannya, Kerajaan Banten mencapai puncaknya dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, keagamaan, dan kebudayaan. Dalam bidang politik, Kerajaan Banten terus-menerus melawan kolonialisme VOC, baik di darat ataupun melalui laut. Sejak sebelum Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda selalu berusaha menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten yang dikhawatirkan merugikan perdagangan VOC di Batavia Jakarta. Berbeda dari penguasa Banten sebelum-sebelumnya, Sultan Ageng Tirtayasa sangat membenci VOC dan tidak mau tinggal diam menyaksikan kelicikan bangsa penjajah. Baca juga Alasan Sultan Ageng Tirtayasa Melakukan Perlawanan terhadap VOC Salah satu bentuk perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa adalah melakukan penyerangan dengan sistem gerilya terhadap Batavia lewat darat, dan serangan-serangan kecil melalui laut.
BiografiSultan Ageng Tirtayasa, Raja Banten yang Ditangkap Belanda Karena Dikhianati Putranya Sendiri. Sumber: Instagram - tirtayasathesultanofbanten. Pahlawan yang hidup pada masa awal kedatangan Belanda, memang tidak mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. Namun, jasa mereka yang mempertaruhkan segalanya demi mengusir penjajah sungguh tak
. 46voo7ftob.pages.dev/9646voo7ftob.pages.dev/72146voo7ftob.pages.dev/23246voo7ftob.pages.dev/1146voo7ftob.pages.dev/9746voo7ftob.pages.dev/50246voo7ftob.pages.dev/28646voo7ftob.pages.dev/52846voo7ftob.pages.dev/21746voo7ftob.pages.dev/84046voo7ftob.pages.dev/65746voo7ftob.pages.dev/47946voo7ftob.pages.dev/27846voo7ftob.pages.dev/82746voo7ftob.pages.dev/561
putra sultan ageng tirtayasa yang bersahabat dengan penjajah belanda adalah